Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau disebut juga dengan RKUHP telah menyita perhatian banyak kalangan tak terkecuali masyarakat awam. Salah satu Pasal yang disorot adalah terkait hubungan layaknya suami istri oleh pasangan yang tidak terikat perkawinan secara sah menurut hukum Indonesia.
Pada Pasal 415 ayat (1) RKUHP disebutkan bahwa setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda kategori II. Selanjutnya pada Pasal 416 ayat (1) RKUHP disebutkan bahwa setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling banyak kategori II.
Pada penjelasan Pasal 415 ayat (1), yang dimaksud dengan “bukan suami atau istri” adalah:
a. laki-laki yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan yang bukan istrinya;
b.perempuan yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki yang bukan suaminya;
c. laki-laki yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan, padahal diketahui bahwa perempuan tersebut berada dalam ikatan perkawinan;
d. perempuan yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki, padahal diketahui bahwa laki-laki tersebut berada dalam ikatan perkawinan; atau
e. laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan melakukan persetubuhan.
Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya, yang kemudian dicatat sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian, apabila salah satu pihak telah terikat perkawinan yang sah atau kedua pihak tidak terikat perkawinan yang sah satu sama lain maka menurut RKUHP, para pihak yang bersangkutan dapat dijatuhi pidana sesuai dengan perbuatan hukum yang dilakukan. Lebh lanjut, wajib diperhatikan pada Ayat (2) Pasal 415 dan Pasal 416 RKUHP sama-sama mengisyaratkan bahwa penuntutan hanya dapat dilakukan apabila terdapat pengaduan oleh:
- suami atau istri, bagi yang terikat perkawinan; atau
- orang tua atau anak, bagi yang tidak terikat perkawinan.
Jika dibandingkan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang masih berlaku saat ini, makna perzinaan dalam RKUHP semakin diperluas sebagaimana dinyatakan dalam penjelasan Pasal 415 Ayat (1) di atas. Meski demikian, tidak semua orang memiliki hak untuk melakukan pengaduan dan penuntutan kecuali yang telah ditentukan oleh peraturan terkait.











